Selasa, 03 Agustus 2010

Berpusat Pada Siswa

System pendidikan sekarang harusnya berpusat pada siswa bukan pada guru. Tapi, mudahkah melakukan hal ini? Sepertinya tidak akan semudah itu.

Di masyarakat Jawa pada khususnya, budaya paternalistic masih sangat dominan. Budaya seperti ini, menurut hemat saya, dikarenakan adanya budaya “priyayi” yang merupakan turunan dari masyarakat Jawa jaman dulu. Dalam masyarakat berkultur “priyayi”, ada istilah “sopo ira, sopo ingsun” untuk membatasi ruang gerak seseorang atas orang lain berdasarkan status social kemasyarakatannya. Jika seorang priyayi melakukan sesuatu kepada seseorang yang berstatus social di bawahnya, belum tentu seseorang dengan status social rendah dapat melakukan hal serupa kepada orang dengan status social di atasnya. Dalam piramida status social, priyayi berada di puncaknya.

Karena berada di puncak piramida itulah seorang priyayi haruslah seseorang yang memiliki budi pekerti yang luhur. Setiap gerak – geriknya jangan sampai merusak martabatnya di hadapan orang lain. Saya teringat cerita seorang teman guru senior yang dulu bersekolah di SPG (Sekolah Pendidikan Guru). Kata beliau, beliau pernah ditampar oleh seorang guru SPG-nya hanya karena menjadikan kakinya yang berpijak pada pagar sebagai tumpuan sepeda agar ia bisa mengobrol dengan temannya dari atas sepedanya itu.

Guru, pada jaman itu, biasanya adalah orang – orang dari kalangan priyayi ini. Maka, bukan hanya di lingkungan masyarakat seorang guru itu “kajen” (dihormati) melainkan juga di ruang – ruang kelas. Kondisi ini terus terjadi secara turun – temurun meskipun jaman terus berubah

Ekstrimnya, kondisi ini kemudian melahirkan suatu pemahaman bahwa guru itu banyak tahu. Orang yang paling banyak tahu. Sedangkan murid adalah mereka yang tidak tahu apa – apa. Guru adalah pengisi sedang siswa adalah yang diisi. Dan yang paling parah: apapun yang dikatakan guru, pastilah benar.

Namun, ketika teknologi mempermudah pemindahan informasi dari satu tempat ke tempat yang lain, masih relevankah pemahaman ini? Saya rasa tidak. Bahkan jika seorang guru tidak berupaya untuk menyesuaikan diri dengan jaman, ia bisa jadi kalah pandai dibandingkan murid – muridnya. Banyak guru yang belum bisa mengetik menggunakan office di saat siswa – siswanya telah asyik ber-facebook dan ber-yahoo messenger-an.

Karena itulah memang sudah saatnya untuk mengubah paradigma pendidikan kita. Memperlakukan murid sebagai manusia yang paling tidak bermutu dan membutuhkan seseorang yang paling bermutu (guru) untuk membimbingnya, sudah kadaluarsa. Membanjirnya informasi membuat siswa – siswa kita tidak lagi sepatuh murid – murid jaman dulu. Dulu, guru memukul siswa untuk mendisiplinkannya bukanlah sesuatu yang aneh. Namun sekarang, sang guru bisa diperkarakan.

Selalu mencoba untuk dapat mengejar laju perkembangan teknologi memang harus dilakukan guru. Akan tetapi, meskipun guru tetap lebih tahu daripada murid – muridnya, system pendidikan yang berpusat pada guru sudah tidak layak lagi berlaku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar